Untukmu Seluruh Nafas Ini.
Malam
semakin larut hingga aku kedinginan dengan rindu yang tak pernah kau selimuti
setiap malamnya. Angin malam yang menjadi saksinya bahwa hatiku sedang kalut
dan merindu. Selimut tebal pun tak mampu menahan dinginnya rinduku kala itu. Ku
nyalakan api unggun di ruang tengah. Lalu, ku putar sebuah lagu yang memang
sedang mewakili perasaanku saat ini. Begini liriknya;
“Aku
tak akan lupa, tak akan pernah bisa, tentang apa yang harus memisahkan kita.
Disaat ku tertatih tanpa kau di sini, kau tetap ku nanti demi keyakinan ini.
Jika memang dirimulah tulang rusukku, kau akan kembali pada tubuh ini. Ku akan
tua dan mati dalam pelukmu. Untukmu seluruh nafas ini...”
Aku
tak mengerti apa sesungguhnya yang memisahkan kita sampai sejauh ini. Dan
sampai saat ini pun fikiranku masih selalu bertanya; Apa salahku? Apa kurangku?
Apa? Apa aku terlalu egois dan kekanak-kanakan denganmu selama ini?
Kamu
ingat tidak? Waktu kita bermalam di pantai, kamu membawakan sebuah lagu
kenangan kita, dengan lilin-lilin kecil yang kau buat menggunakan inisial nama
kita. Saat itu, kamu juga berjanji bahwa kamu tidak akan pernah pergi, bahkan
berfikiran untuk pergi pun kamu tak mampu.
Oh,
ya ampun. Lagi-lagi aku menggunakan otakku untuk memutar kejadian beberapa
tahun silam yang memang bagiku manis namun pahit ketika dikenang. Kenapa tak
kau gubris saat aku memohon untuk menahanmu agar tidak pergi? Apa kamu sudah
tidak menyayangiku lagi? Siapa dia yang sering ku lihat meramaikan dering
ponselmu setiap hari disaat kita bertemu? Apa semua ini memang karena dia?
Kenapa namaku kau hapus dari kontak ponselmu? Bahkan saat ini kau hapus dari
hidupmu.
Mungkin
menurutmu lima tahun kita menjalin hubungan itu tak ada berartinya, dia yang
baru kamu kenal dua bulan dari saudaramu rupanya yang lebih bisa membuatmu
nyaman, dia yang selalu bisa melihat dan membuat tawa lepasmu setiap hari, dia
yang bisa membuatmu merasa ada, sementara aku? Aku hanyalah seorang wanita yang
terkadang membuatmu pusing dan menjadi beban.
Ini
bukan lembar pertama yang ku tulis tentangmu, sudah banyak lembaran tentangmu
yang ku tulis, tapi nyatanya perasaanku tak kunjung usai. Sudah hampir tiga
tahun kepergianmu, tapi sampai saat ini hatiku masih ingin menunggumu kembali.
Mungkin sampai kapanpun aku menunggu, dirimu tak akan pernah kembali. Lalu,
dari bagian mana aku harus memulai untuk belajar melupakanmu? Untukmu, seluruh
nafas ini; begitu kataku dalam sepi di sepertiga malam.
- - Dari wanita yang
dulu pernah kau sayangi setiap harinya.
Jakarta, 5 November 2016.
Pukul : 00.22 wib.
Komentar
Posting Komentar